Mampukahpemuda tampan dari hilir Sungai Barito itu memenuhi syarat-syarat yang diberikan Tumbai itu? Untuk mengetahui jawabannya, ikuti kisahnya dalam cerita Asal-Mula Sumber Garam Sepang berikut ini. Cerita rakyat di atas termasuk ke dalam cerita-cerita teladan. Salah satu nilai moral yang terkandung di dalamnya yaitu sifat baik hati
ArticlePDF Available AbstractAbstrak Banjir besar melanda bumi Kalimantan Selatan pada awal Januari 2021. Pada saat yang sama, muncul mitos-mitos yang berhubungan dengan banjir besar ini. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan mitos yang muncul pada saat banjir, menjelaskan hubungan antara banjir lingkungan dan mitos ini, dan mengungkap penyebab pengaruhnya kepada masyarakat. Ada beberapa tahapan dalam penelitian ini; Pertama, mendata mitos-mitos yang muncul pada saat banjir besar bulan Januari 2021; Kedua, menghubungkan dan mencari sumber mitos itu dari sastra lisan di Kalimantan Selatan. Ketiga, Mengungkapkan makna mitos tersebut. Keempat, menganalisis mitos-mitos dengan menggunakan teori ekokritik Garrard. Kelima, menghubungkan antara mitos dengan masyarakat serta pengaruh mitos itu dalam masyarakat. Ada dua mitos yang muncul pada saat banjir di Kalimantan Selatan, yaitu mitos naga dan mitos keladi. Mitos naga bersumber dari adanya cerita naga penunggu Sungai Barito dalam cerita Asal Mula Sungai Barito dan Sungai Amandit dalam cerita Legenda Lok Sinaga. Sementara itu, mitos keladi berkaitan dengan pamali yang dipercaya orang Banjar. Kedua mitos ini merefleksikan kebudayaan Banjar yang berkaitan dengan isu lingkungan. Mitos naga merupakan kritik sosial terhadap kondisi pegunungan Meratus yang sudah memprihatinkan akibat pertambangan dan perkebunan sawit, sedangkan mitos keladi merupakan kritik untuk bersikap adil terhadap hutan. Kedua mitos ini juga menunjukkan sikap urang Banjar yang tidak menyalahkan alam, lingkungan, dan cuaca, tetapi menyalahkan diri sendiri karena tidak mampu merawat kunci mitos, naga, keladi, banjir, dan kerusakan lingkungan Abstract A big flood hit South Kalimantan in early January 2021. At the same time, the myths related to this big flood came out. The research objectives are first, to describe the myths that came out during the flood, second, to explain the relationship between floods environment and these myths, the third, to reveal the causes of their effects on society. There are several stages in this research; First, to list the myths that emerged during the great flood in January 2021; Second, connecting and finding the source of the myth from oral literature in South Kalimantan. Third, revealing the meaning of the myth. Fourth, analyzing myths using Garrard's eco-critical theory. Fifth, connecting myths with society and the influence of these myths in society. Two myths emerged during the big flood in South Kalimantan, namely the dragon myth and the taro myth. The myth of the dragon comes from the story of the dragon guarding the Barito River in the origin story of the Barito River and the Amandit River in the Legend of Lok Sinaga. The taro myth relates to pamali believed by the Banjar people. These two myths reflect Banjar culture relates to environmental issues. The dragon myth is a social critique of the condition of the Meratus mountains, which is already alarming due to mining and oil palm plantations. Meanwhile, the taro myth is a criticism of being wise to the forest. These two myths also show the attitude of the Banjar people who do not blame nature, the environment, and the weather but blame themselves for ignorance of nature. Key word myth, dragon, taro flood, and environmental damage Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. MITOS DAN BANJIR Myth and flood Dede Hidayatullah Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan Jalan A. Yani km. 32,2 Loktabat Banjarbaru Kalimantan Selatan Pos-el dayatdh Direvisi 15 November 2021 Disetujui 18 November 2021 Abstrak Banjir besar melanda bumi Kalimantan Selatan pada awal Januari 2021. Pada saat yang sama, muncul mitos-mitos yang berhubungan dengan banjir besar ini. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan mitos yang muncul pada saat banjir, menjelaskan hubungan antara banjir lingkungan dan mitos ini, dan mengungkap penyebab pengaruhnya kepada masyarakat. Ada beberapa tahapan dalam penelitian ini; Pertama, mendata mitos-mitos yang muncul pada saat banjir besar bulan Januari 2021; Kedua, menghubungkan dan mencari sumber mitos itu dari sastra lisan di Kalimantan Selatan. Ketiga, Mengungkapkan makna mitos tersebut. Keempat, menganalisis mitos-mitos dengan menggunakan teori ekokritik Garrard. Kelima, menghubungkan antara mitos dengan masyarakat serta pengaruh mitos itu dalam masyarakat. Ada dua mitos yang muncul pada saat banjir di Kalimantan Selatan, yaitu mitos naga dan mitos keladi. Mitos naga bersumber dari adanya cerita naga penunggu Sungai Barito dalam cerita Asal Mula Sungai Barito dan Sungai Amandit dalam cerita Legenda Lok Sinaga. Sementara itu, mitos keladi berkaitan dengan pamali yang dipercaya orang Banjar. Kedua mitos ini merefleksikan kebudayaan Banjar yang berkaitan dengan isu lingkungan. Mitos naga merupakan kritik sosial terhadap kondisi pegunungan Meratus yang sudah memprihatinkan akibat pertambangan dan perkebunan sawit, sedangkan mitos keladi merupakan kritik untuk bersikap adil terhadap hutan. Kedua mitos ini juga menunjukkan sikap urang Banjar yang tidak menyalahkan alam, lingkungan, dan cuaca, tetapi menyalahkan diri sendiri karena tidak mampu merawat alam. Kata kunci mitos, naga, keladi, banjir, dan kerusakan lingkungan Abstract A big flood hit South Kalimantan in early January 2021. At the same time, the myths related to this big flood came out. The research objectives are first, to describe the myths that came out during the flood, second, to explain the relationship between floods environment and these myths, the third, to reveal the causes of their effects on society. There are several stages in this research; First, to list the myths that emerged during the great flood in January 2021; Second, connecting and finding the source of the myth from oral literature in South Kalimantan. Third, revealing the meaning of the myth. Fourth, analyzing myths using Garrard's eco-critical theory. Fifth, connecting myths with society and the influence of these myths in society. Two myths emerged during the big flood in South Kalimantan, namely the dragon myth and the taro myth. The myth of the dragon comes from the story of the dragon guarding the Barito River in the origin story of the Barito River and the Amandit River in the Legend of Lok Sinaga. The taro myth relates to pamali believed by the Banjar people. These two myths reflect Banjar culture relates to environmental issues. The dragon myth is a social critique of the condition of the Meratus mountains, which is already alarming due to mining and oil palm plantations. Meanwhile, the taro myth is a criticism of being wise to the forest. These two myths also show the attitude of the Banjar Undas Vol 17, Nomor 2, Desember 2021 227-242 228 people who do not blame nature, the environment, and the weather but blame themselves for ignorance of nature. Key word myth, dragon, taro flood, and environmental damage 1. PENDAHULUAN Banjir besar melanda Kalimantan Selatan pada Januari 2021 yang meliputi sebelas kabupaten/kota, yaitu, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten, Banjar, Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin. Bappelitbang banjarkab, 2021, hlm. 1 Banjir ini memberikan dampak kepada warga, di antaranya mengungsi, serta mengakibatkan 24 orang meninggal dan 3 orang hilang. Banjir ini merendam rumah sebanyak 609 tempat ibadah, dan 628 sekolah. Banjir juga merusak tambak ikan yang berada di aliran sungai. Yulianus et al., 2021, hlm. 1 Banjir di Kalimantan Selatan juga berdampak pada kerusakan 609 tempat ibadah, 628 sekolah, infrastruktur jalan dan memutus beberapa jembatan. Yulianus et al., 2021, hlm. 1. Beberapa jembatan yang putus ini menyebabkan putusnya jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Banjar dengan Kabupaten Tapin dan Kabupaten Banjar dengan Kabupaten Tanah Laut. Selain itu, banjir juga merusak lahan pertanian seluas hektar yang mengakibatkan gagal panen akibat padi terendam selama berhari-hari Bappelitbang banjarkab, 2021, hlm. 1 Banjir besar pada pada tanggal 10 Januari 2021 di Kabupaten Banjar sebetulnya sudah didahului oleh banjir dengan sebaran lebih sedikit pada akhir Desember 2021. Demikian juga dengan banjir bandang di Kecamatan Hantakan pada tanggal 13 Januari 2021 yang menenggelamkan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, didahului oleh banjir yang merendam Kecamatan Hantakan, tetapi tidak sampai ke Kota Barabai ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah sekitar 14 kilometer dari Kecamatan Hantakan. Setelah Banjir besar di Kabupaten Banjar ini, ada sekitar sepuluh kali Banjir yang lebih kecil melanda Kabupaten Banjar ini. Ada beberapa penyebab banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan ini. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono berpendapat bahwa hilangnya hutan sekunder dan primer biasanya menjadi daerah serapan air dan digantikan dengan perkebunan sawit dan lahan tambang batu baru bara menyebabkan banjir besar melanda Kalimantan Selatan Abdi, 2021, hlm. 1. Senada dengan pendapat ini Jaringan Advokasi Tambang Jatam mengemukakan adanya lubang tambang yang tidak ditutup, dan perluasan lahan tambang yang menggantikan kawasan pertanian dan ladang seluas dan kawasan hutan seluas Yulianus et al., 2021, hlm. 1. KLHK mengatakan penurunan luas hutan alam di Daerah Mitos dan Banjir Dede Hidayatullah 229 Aliran Sungai DAS Barito di Kalimantan Selatan mencapai 62,8%, menjadi penyebab utama banjirBBC, 2021. Namun, hal ini dibantah oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan LHK Siti Nurbaya. Menurutnya anomali cuaca merupakan penyebab utama banjir di Kalimantan Selatan. Menurut Sudharto P Hadi Guru Besar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro tingginya curah hujan menjadi salah satu faktor penyebab banjir. Kumpulan air yang terakumulasi menjadi banjir ini dan tidak bisa diserap permukaan tanah disebabkan karena banyaknya lahan hutan yang dilalihfungsikan untuk pertambangan dan perkebunan kelapa sawit Yulianus et al., 2021, hlm. 1. Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG tercatat curah hujan yang sangat tinggi dan ekstrem pada tanggal 10-15 Januari 2021 dengan intensitas harian berturut-turut 125 milimeter mm, 30 mm, 35 mm, 51 mm, 249 mm, dan 131 mm.Yulianus et al., 2021, hlm. 1. Hal inilah yang menjadi penyebab menumpuknya aliran air yang berubah menjadi Banjir. Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Bumbu bermuara pada hulu sungai yang berada di kawasan Pegunung Meratus. Air bah yang mengalir mendadak ini menyebabkan sungai yang dialirinya tidak bisa menampung air. Hal ini menyebabkan banjir bandang pada daerah-daerah yang berada dekat dengan hulu sungai di Pegunungan Meratus ini, seperti banjir bandang di Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang menghancurkan ratusan rumah dan menyebabkan beberapa orang hilang dan meninggal dibawa arus. Demikian juga banjir bandang terjadi di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar yang merupakan daerah hulu sungai dari Sungai Martapura. Isu kerusakan lingkungan, baik hutan maupun sungai sebagai daerah serapan dan aliran air menjadi isu utama penyebab banjir ini. Isu kerusakan lingkungan sebetulnya sudah menjadi isu yang menyebabkan keresahan dunia seperti perubahan lingkungan akibat revolusi industri. Davies, 2018, hlm. 1 Selain beberapa penyebab di atas, ada beberapa mitos yang muncul di masyarakat, baik itu muncul dalam percakapan di masyarakat, maupun lewat media sosial seperti whatapp dan facebook berkaitan dengan penyebab banjir ini, seperti mitos naga dan mitos keladi. Ada beberapa kajian dan penelitian yang meneliti mitos dan banjir ini; Hastuti H & Rahmawati N mendeskripsikan kecendikiaan lokal suku Moronene di Kabaena dalam Mitos Martandu dalam kaitannya dengan potensi banjir di Sungai Lakambula Hastuti & Rahmawati, 2020; Dhea Andini A.& Utami R. mengungkap penanggalan dalam naskah yang berhubungan dengan hujan, kemarau, dan mitos Dhea Andini & Utami, 2021. Mitos hutan yang terabaikan sehingga penjadi penyebab banjir besar pernah terjadi di Hutan Wonosadi Ahsan Nurhadi, Bakti Setlawan, 2012. Banjir besar merupakan bagian dari mitologi Undas Vol 17, Nomor 2, Desember 2021 227-242 230 asal usul dunia di daerah nusantara Munandar, 2012; Santosa membanding antara sajak "Hanya Satu" Amir Hamzah dan sajak "Kapal Nuh" Subagio Sastrowardojo banjir yang bercerita tentang banjir besar dan mitosnyaSantosa, 2012. Mitos juga berhubungan dengan pembentukan karakter pencinta lingkungan seperti dalam fable ikan dan burung Afandi et al., 2019. Mitos juga berperan dalam menciptakan keseimbangan alam Lestari et al., 2020. Kajian ekokritik dalam karya sastra telah banyak dilakukan, misalnya kajian ekokritik dalam cerpen pernah dilakukan oleh Trisnawati, 2014, Igayanti et al., 2019, Nur‟aini & Sukmawan, 2019, Juanda & Ramly, 2019b, Juanda, 2018, Juanda & Ramly, 2019a, Firmansyah & Turahmat, 2019, Juanda & Azis, 2018, Syamil et al., 2020, Wijanarti, 2019, Ikhwan, 2020. Ada juga kajian eko kritik dalam cerita rakyat Lisnasari & Sukmawan, 2016, teater Martin & O‟Malley, 2020 dan puisi Rawashdeh & Zuraikat, 2018,Iskarna et al., 2020, Aris, 2020, Mantiri & Handayani, 2020, mitos Lestari et al., 2020, Herbowo, 2020. Penelitian-penelitian di atas menunjukkan adanya isu-isu lingkungan seperti perusakan habitat dan pencemaran air Setyowati, et al. 2020, hlm. 38, Dewi, 2015, hlm. 376; Firmansyah & Turahmat, 2019, hlm. 101 perusakan hutan, bencana alam seperti longsor di bukit tambang emas Juanda, 2018, hlm. 165. Salah satu cara agar kerusakan lingkungan berkurang adalah dengan melakukan penyadaran hal ini bisa dilakukan dengan mengajarkan pada anak didik tentang tema dan tokoh penyeru penyelamat lingkungan Trisnawati, 2014, hlm. 213, atau dengan pengungkapan bentuk satire dipilih agar muncul kesadaran untuk menjaga kelestarian alam Mantiri & Handayani, 2020, hlm. 1. Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran mitos urang bunian secara tidak langsung berdampak terhadap perilaku masyarakat dalam menjaga dan melestarikan sumber daya alam Herbowo, 2020, hlm. 64. Seharusnya karya sastra berperan dalam pelestarian lingkungan Martin & O‟Malley, 2020, hlm. 377 dan menciptakan lingkungan yang layak huni Rawashdeh & Zuraikat, 2018, hlm. 47. Pelestarian hutan dan kesadaran ekologi dalam bentuk mitologi harus tetap dilestarikan sebagai bentuk dari pelestarian alam dan upaya mencegah bencana banjir. Sastra bisa melakukan kampanye isu-isu lingkungan melalui pendidikan karakter dalam karya sastra Trisnawati, 2014, hlm. 213; Mantiri & Handayani, 2020, hlm. 1; Susilo, 2017, hlm. 1Afandi & Juanda, 2020, hlm. 136. Penelitian ini akan membahas mitos dan banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan. Penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Herbowo, 2020 dan Lestari et al., 2020. Herbowo, 2020 mengkaji mitos dalam cerpen, sedangkan Lestari et al., 2020 dalam film Aquaman. Penelitian ini akan menguraikan mitos yang muncul pada saat banjir besar pada bulan Januari 20221, hubungan antara banjir lingkungan dan mitos ini, dan penyebab munculnya mitos-mitos ini Mitos dan Banjir Dede Hidayatullah 231 Serta bagaimana pengaruhnya kepada masyarakatnya. 2. KERANGKA TEORI Studi yang mengkaji relasi antara karya sastra dan alam disebut ekokritik Glotfelty and Fromm, 1996, hlm. xviii. Permasalahan polusi, hutan belantara, bencana, permukiman, binatang, bumi merupakan fokus dalam kajian ekokritik Greg Garrard Garrard, 2004, hlm. 2. Dalam pengertian lebih luas ekokritik dapat membantu menentukan, mengeksplorasi, dan menyelesaikan masalah lingkungan Garrard, 2004, hlm. 75. Kajian ekokritik menghubungkan antara karya sastra dengan lingkungan fisik, pertumbuhan populasi, hilangnya hutan liar dan belantara, kepunahan spesies hewan dengan cepat, serta peningkatan polusi dan kontaminasi udara, air, dan tanah di bumi Love, 2003, hlm. 1. Sukmawan, Setiawati, Rizal, & Febriani 2020 meneliti foklor Unan-Unan Tengger menegaskan bahwa manusia dan alam adalah saling berkaitan hlm. 60. Sejalan dengan pandangan ArifiyaniArifiyani, 2018 dan Maruti Maruti, 2020 mengenai relasi manusia dan alam. Hal itu dipertegas oleh Glotfelty dan FrommGlotfelty & Fromm, 1996, hlm. xviii manusia dan lingkungan fisik sama-sama memiliki kepentingan sah legitimasi. Melalui ekokritik, teks yang dikombinasikan dengan bahan bacaan, ceramah, dan diskusi memiliki dampak signifikan pada pembaca dan dunia pada umumnya sehingga dapat menggerakkan Schneider-Mayerson, Weik von Mossner and Małecki, 2020, hlm. 327. Studi ekokiritik diharapkan dapat mewujudkan tindakan nyata dalam upaya pelestarian alam Syamil, Yasa and Sriasih, 2020, hlm. 39. Menurut Garrard 2004 ekokritik adalah ulasan perihal sastra dan lingkungan. Ekokritik mengambil pendekatan yang berpusat lingkungan. Ekokritik menghubungkan antara manusia dengan segala bidang budaya dan juga sebagai sikap kritis gerakan lingkungan. Garrard Endraswara, 2016 menyatakan bahwa fokus ekokritik sastra adalah mengeksplorasi cara-cara mengenai bagaimana membayangkan dan menggambarkan hubungan antara manusia dan lingkungan dalam segala bidang sebagai hasil budaya. Fokus Garrard tersebut berusaha menelusuri perkembangan gerakan dan mengeksplorasi konsep-konsep yang terkait tentang ekokritik sastra, terkait dengan hal ihwal sebagai berikut 1 pencemaran pollution, 2 hutan belantara wilderness, 3 bencana apocalypse, 4 perumahan/tempat tinggal dwelling, 5 binatang animals, 6 bumi earth. Dari eksplorasi ini, jadi fokus ekokritik sastra tetap pada alam dan lingkungan hlm. 40. Penelitian ini akan menggunakan teori Garrard yang menghubungkan antara karya sastra dalam hal ini mitos dengan pencemaran, hutan belantara, bencana, tempat tinggal, binatang, dan bumi. 3. METODOLOGI PENELITIAN Pada metode penelitian akan diurai secara spesifik mengenai jenis penelitian, sumber data, populasi, sampel, teknik Undas Vol 17, Nomor 2, Desember 2021 227-242 232 pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian difokuskan mitos yang muncul pada saat banjir besar di Kalimantan Selatan pada bulan Januari 2021. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dan catat. Metode simak digunakan untuk menyimak cerita yang berhubungan dengan mitos dan banjir. Sumber data dalam penelitian ini adalah seorang guru di SDN 1 Hantakan desa Hantakan, kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dan Ida warga Desa Pengaron, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Aliman Syahrani seorang sastrawan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Dalang Wadiman di desa Pantai Hambawang Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar dijadikan sumber data karena menjadi tempat banjir bandang pada Januari 2021. Selain itu, peneliti juga mencari data dari media social seperti youtube. Data yang didapat dari sumber data dan media sosial kemudian dicari sumber mitosnya dari sastra lisan di Kalimantan Selatan. Data-data yang terkumpul tadi kemudian dipilah dan diklasifikasi berdasarkan kesamaan data. Setelah itu, data dianalisis dengan menggunakan teori Garrard, yaitu dengan menggunakan konsep ekokritik yang berhubungan dengan pencemaran, hutan belantara, bencana, tempat tinggal, binatang, 6 bumi. Hasil analisis data ini kemudian dideskripsikan dan dianalisis pengaruh dan hubungannya dengan masyarakatnya. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Mitos-Mitos yang Muncul pada Saat Bencana Banjir Ada dua mitos yang muncul pada saat banjir besar melanda Kalimantan Selatan. Dua mitos ini, yaitu mitos naga dan mitos keladi. Mitos naga ini muncul di beberapa tempat seperti di daerah Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar. Mitos naga di Kecamatan Hantakan berasal dari perkataan salah satu penduduk suku Dayak Meratus di Desa Datar Ajab, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Diisukan bahwa banjir ini muncul sebagai jalan untuk naga turun dari Pegunungan Meratus ke laut melewati Sungai Barabai. Turunnya naga ini untuk mempersiapkan perkawinan atau dengan istilah banjar „naganya kawin‟. Turunnya naga ini tidak hanya sekali, tetapi dua kali. Turunnya yang pertama untuk persiapan perkawinan, sedangkan turunnya yang kedua untuk perkawinannnya. Adapun isu yang muncul di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar adalah ada seseorang yang melihat naga turun sebelum banjir terjadi dari Perbukitan Meratus di daerah Pengaron melalui sungai yang berwarna kuning pekat. Mitos naga berkaitan dengan cerita rakyat di Kalimantan Selatan tentang Asal Mula Sungai Barito cerita Legenda Lok Sinaga, Lok Laga, dan Tradisi Mitos dan Banjir Dede Hidayatullah 233 Mengarak Kepala Naga. Cerita asal mula sungai Barito ini merupakan cerita rakyat di Kabupaten Marabahan, sedangkan cerita Legenda Lok Sinaga berasal desa Lok Loa Kandangan Kabupaten Hulu Sungai berasal dari dan legenda Lok Laga Desa Sungai Harang, Kecamatan Haruyan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tradisi mengarak kepala naga dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Cerita Asal Mula Sungai Barito Cerita asal mula sungai Barito menceritakan Bari dan Ito kucingnya, serta Naga. Diceritakan ada sepasang suami istri yang tidak mempunyai anak. Pada suatu hari si istri bermimpi bertemu dengan pertapa dan akan diberi anak dengan syarat pada saat berumur sepuluh tahun anak itu akan diambil kembali oleh pertapa tersebut. Si istri menyanggupi permintaan pertapa. Tak lama kemudian si istri melahirkan seorang anak yang diberi nama Bari. Bari mempunyai seekor kucing kesayangan yang bernama berumur sepuluh tahun Bari bersama Ito terjatuh ke dalam jurang yang berada di dekat desa dan dimakan oleh pertapa yang berwujud naga. Jatuhnya Ito ini sebagai perjanjian yang telah ditetapkan dahulu. Pengorbanan Bari dan Ito dibayar dengan dijadikannya jurang pemisah desa menjadi sungai yang akhirnya diberi nama Sungai Barito. Legenda Lok Sinaga dan Lok Laga Dicertikan bahwa ada sebuah keluarga pencari ikan di daerah Hulu Sungai Selatan dengan cara memasang tangguk besar. Pada suatu hari mereka mendapatkan telor besar di tangguk mereka. Walaupun sudah dibuang beberapa kali, telor besar itu terus masuk Kembali ke tangguk besar mereka. versi yang lain menceritakan bahwa hari itu mereka tidak menemukan ikan sama sekali, tetapi melihat ada telor besar. Telor itu kemudian dibawa ke rumah. Telor itu akhirnya direbus dan dimakan oleh si ayah versi yang lain mengatakan telor tadi dimakan kedua orang tua tadi. Tak lama kemudian si ayah merasa ada perubahan dalam tubuhnya dan kemudian berubah menjadi naga. Si anak yang terbangun terkejut melihat ada naga di dalam rumahnya. Setelah dijelaskan barulah si anak paham bahwa naga tersebut adalah orang tuanya yang berubah menjadi naga karena memakan telur. Ternyata telur itu adalah telur naga putih yang hidup di sungai tempat mereka mencari ikan. Setiap yang memakan telur itu akan berubah menjadi seekor naga. Naga ini terjun ke dalam sungai untuk mencari naga dan sampai ke suatu liang. Naga ini kemudian berdiam di liang tersebut. Tak lama kemudian datanglah naga merah sebagai pemilik liang tersebut. Akhirnya terjadilah perkelahian antara kedua naga itu. Naga jelmaan si ayah mengalami kekalahan karena tidak memiliki taring. Naga ini akhirnya kembali ke rumah. Si Istri menyarankan agar naga meletakkan dua pisau di mulutnya sebagai pengganti taring. Naga jelmaan si Ayah ini pun setuju. Kemudian terjadilah perang tanding yang kedua. Naga merah berhasil dikalahkan dan liang di Sungai Amandit itu menjadi tempat berdiam Naga jelmaan si Ayah. Cerita ini versi yang berbeda juga dijadikan sebagai warisan budaya oleh kemdikbud kabupaten Hulu Sungai Selatan dan bisa diakses di 6 Juli 2021. Cerita Lok Laga mempunyai kemiripan dengan cerita Lok Sinaga dengan latar tempat yang berbeda, yaitu di Desa Sungai Harang, Kecamatan Haruyan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Selain itu, ada satu tradisi yang muncul di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, yaitu tradisi mengarak kepala naga pada saat mengantar pengantin Wawancara dengan Aliman Syahrani, tanggal 15 November 2021 Undas Vol 17, Nomor 2, Desember 2021 227-242 234 pria menuju rumah pengantin wanita. Menurut dalang Wadiman seorang dalang wayang Kulit di Kabupaten Hulu Sungai Tengah mengarak naga ini sudah dilakukan turun-temurun sejak zaman neneknya dulu. Menurutnya, kepala naga yang dipunyai dalang Wadiman mempunyai kepala naga yang didapatkannya dari warisan neneknya berasal dari neneknya. Pada suatu hari, neneknya pergi mencari ikan ke arah Pagat, ditengah perjalanan muncul kepala naga di sungai itu. Menurut Dalang Wadiman, neneknya itu mendapat isyarat agar membuat kepala naga seperti yang ditemuinya di sungai dekat Kampung Pagat. Kemudian dibuatklah patung kepala naga itu. Apabila masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah mengadakan perkawinan, mereka ketika mengantar pengantin pria menuju rumah pengantin wanita mengarak pengantin biasanya meminjam kepala naga yag dimiliki Dalang Wadiman untuk diarak menyertai pengantin pria. Mitos yang kedua muncul adalah mitos tentang keladi yang banyak di tanam orang di muka rumah sebagai tanaman hias. Mitos ini muncul di beberapa media sosial seperti youtube dan whattsup. Dipercayai dalam mitos tersebut bahwa menanam keladi di muka rumah merupakan pelanggaran terhadap pamali. Hal ini disebabkan karena keladi dipercayai selalu berdoa meminta hujan. Oleh karena itu, keladi yang banyak di tanam orang di perkotaan sebagai tanaman hias Wawancara dengan Dalang Diman, Tanggal 13 November 2021 dipercaya mendatangkan hujan dan akhirnya hujan datang diperkotaan dengan jumlah yang besar sehingga menyebabkan banjir. Mitos ini muncul di Youtube yang diunggah pada 15 Januari 2021 dengan judul “Gara-gara Tanaman Keladi Banyu Bedalam Banjir Prayfor Kal-Sel.” Berikut data dari video tersebut terdapat kalimat “Ini kaladi ampun Nabi Ilyas asa nang ampun tumbuh-tumbuhan ulun ampun, ulun maaf. Lakasi surutakan banyu lagi dalam. Jangan lagi didalami. Nah ulun larutakan sudah kaladinya nang ulun sayangi nangini. Kadada lagi nah. Ulun kada saying lagi nah. Jangan lagi kami ditinggalamakan banyu kaladilah. Ayuha kaladi ai. Ayu ja ikam situ berenangrenang di banyu. Sakit hati banar barataan kami singsara. Ini keladi kepunyaan Nabi Ilyas, as. yang menjaga tumbuh-tumbuhan. Saya cabut keladi ini. Saya mohon ampun, saya minta maaf. Semoga banjir cepat surut. Jangan ditambahi lagi banjirnya. Nah, saya larutkan sudah keladinya yang saya sayangi ini ke air. Saya tidak punya keladi lagi. Saya tidak sayang keladi lagi nah. Jangan lagi kami ditenggalamkan banjir. Ayu keladi. Ayo kamu keladi berenang-renang di air. Kami sakit hati semua dan sengsara dengan adanya banjir ini. Kondisi seorang perempuan sedang melarutkan sebatang keladi kecil ke dalam air. Dalam video ini muncul komentar „ujar urang bahari jua, “Amun membawa tanaman keladi ke rumah sampai sekampung atau sebanuaan, akan terjadi banjir besar karena tanaman keladi selalu meminta hujan Mitos dan Banjir Dede Hidayatullah 235 diturunkan hujan”. Han kada salah pepadahan urang bahari. „Ujar orang tua dulu, “Kalau membawa tanaman keladi ke rumah sampai sekampung atau satu daerah, akan terjadi banjir besar karena tanaman keladi selalu meminta hujan, maka diturunkan hujan. Ternyata nasehat orang tua dulu tidak salah. PEMBAHASAN Mitos naga merupakan refleksi yang muncul dari kebudayaan Banjar. Munculnya mitos naga dalam banjir ini tentu berkaitan dengan mitos naga Asal Mula Sungai Barito dan Legenda Lok Sinaga. Keterkaitannya itu adalah adanya kepercayaan bahwa ada mahluk penjaga sungai yang bernama naga. Banjir di Kalimantan Selatan dimulai dengan adanya banjir bandang di hulu sungai Sungai Riam Kiwa di kaki Perbukitan Meratus daerah Pengaron. Sungai Riam Kiwa merupakan anak Sungai Martapura. Banjir bandang ini kemudian memenuhi Sungai Martapura yang menyebabkan banjir besar di Kabupaten Banjar. Sungai Martapura sendiri merupakan anak Sungai Barito. Banjir bandang di Kecamatan Pengaron ini ditandai sebelumnya dengan adanya orang yang melihat naga turun dari perbukitan menuju Sungai Martapura dan berakhir di Sungai Barito yang merupakan muara Laut Jawa. Demikian juga dengan banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan sebagaian Hulu Sungai Selatan, yang diawali banjir di kaki Pegunungan Meratus di hulu Sungai Barabai dan hulu Sungai Amandit. Banjir di hulu Sungai Barabai merupakan banjir bandang di Kecamatan Hantakan yang menghancurkan ratusan rumah yang menyebabkan Kota Barabai, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah terendam sampai tiga meter lebih. Kedua sungai ini merupakan anak Sungai Negara atau Sungai Bahan yang bersambungnya dengan Sungai Barito di Muara Bahan kota Marabahan. Sungai Negara merupakan anak Sungai Barito. Berbeda dengan mitos naga yang ada di Kecamatan Pengaron yang muncul sebelum terjadi banjir, mitos naga di Kecamatan Hantakan muncul sesudah banjir bandang terjadi dan naga itu akan turun lagi untuk melakukan perkawinan. Makna Mitos Makna mitos naga Naga sebagai simbol merefleksikan juga budaya masyarakat di Kalimantan Selatan. Masyarakat Dayak di Kalimantan percaya adanya binatang yang menguasai alam atas burung Enggang dan penguasa alam bawah naga. Manusia hidup diantara dua kekuasaan alam tersebut. Yulianto, 2016, hlm. 181-182. Naga sebagai mahluk yang memiliki badan yang besar memerlukan air sungai yang besar agar bisa berjalan dari atas bukit Pegunungan Meratus sampai ke muara sungai dan ke Laut Jawa. Kondisi ini menyebabkan munculnya banjir sebagai wahana jalan agar naga bisa berjalan ke Laut Jawa. Mitos naga yang bisa dilihat di Kecamatan Pengaron dari bawah bukit menunjukkan bahwa sungai-sungai di daerah tersebut tidak lagi di selimuti oleh hutan-hutan di Undas Vol 17, Nomor 2, Desember 2021 227-242 236 pinggirannya sehingga sungai-sungai itu bisa terlihat dari bawah bukit. Atau dengan kata lain, bentuk-bentuk lekukan sungai yang berkelok-kelok seperti naga sekarang bisa dilihat dengan mudah dari bawah bukit karena sudah tidak ada lagi hutan yang menyelimutinya. Mitos naga bisa juga dimaknai dengan simbol dari penguasa dan pengusaha yang mengeruk hasil bumi Pegunungan Meratus dengan cakar bulldozer dan menghancurkan hutannya dan menggantinya dengan perkebunan kelapa sawit yang tidak menyerap air. Dengan demikian, pada akhirnya hutan akan rusak, dan tidak bisa menyerap air lagi dan banjir akan datang ke daerah tersebut, sedangkan makna naga akan turun kembali jika dikaitkan dengan makna di atas adalah bahwa banjir akan datang kembali dengan skala yang lebih besar atau minimal sama dengan banjir yang terjadi pada awal Januari 2021 ini. Oleh karena itu, masyarakat diminta bersiap-siap dalam menghadapi banjir tersebut. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa makna naga ini mencakup dua hal; naga sebagai pertanda akan banjir dan naga sebagai penyebab banjir. Munculnya mitos naga merupakan kritik sosial terhadap kondisi Pegunungan Meratus. Ekspolitasi yang berlebihan terhadap Pegunungan Meratus dengan pertambangan dan perkebunan sawit yang masif menyebabkan munculnya permasalahan banjir. Bencana banjir ini membuat masyarakat yang terkena dampak kehilangantempat tinggal, hilangnya tempat tinggal bagi binatang lokal dan banyaknya sampah kayu yang dalam bahasa lokal disebut raba yang merupakan asal usul dari Kota Barabai {kota yang banyak raba}. Ini sesuai dengan ekokritik yang disampaikan Garrad yang berkaitan dengan 1 pencemaran pollution, 2 hutan belantara wilderness, 3 bencana apocalypse, 4 perumahan/tempat tinggal dwelling, 5 binatang animals, 6 bumi earth dalam Endraswara, 2016, hlm. 40. Makna Mitos Keladi Keladi merupakan tanaman tumbuhan berumbi, daunnya lebar berbentuk hati, umbinya di beberapa daerah merupakan bahan makanan pokok; seratah; talas Colocasia esculenta Tim Penyusun KBBI, 2016. Sebelum banjir terjadi, masyarakat Banjar sedang mengalami demam tanaman. Tanaman yang paling dicari pada waktu itu adalah keladi. Ternyata hal ini bertentangan dengan mitos yang dipercayai bahwa apabila membawa keladi hutan ke rumah akan menyebabkan banjir besar. Banjir besar itu ternyata terjadi hampir menenggelamkan seluruh tanah di Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, agar banjir cepat surut, seorang ibu melarutkan keladi yang disayanginya ke sungai sambil meminta maaf kepada Nabi Yahya menurut orang Banjar, penguasa air adalah Nabi Kahidir as, penguasa tanaman adalah Nabi Yahya as dengan harapan banjir segera surut. Mitos ini juga merupakan kritik sosial terhadap kondisi masyarakat dan kondisi alam di Kalimantan Selatan. Demam tanaman hias seperti keladi membuat orang berlomba-lomba mencari dan menjual keladi hutan yang Mitos dan Banjir Dede Hidayatullah 237 berbentuk antik dan menarik. Hal ini menyebabkan adanya perambahan hutan skala kecil. Lalu bagaimana dengan perambahan hutan skala besar? Kayu Ulin, Sengon, Meranti, dan Sungkai yang diambil dan dijual dipasaran untuk dijadikan tempat tinggal dan bangunan lainnya. Apalagi dengan perubahan fungsi hutan secara masif dari hutan alam menjadi perkebunan sawit dari hutan alam menjadi lubang-lubang raksasa bekas tambang. Perusakan hutan di Pegunungan Meratus ini menyebabkan penyangga banjir pada musim hujan tidak berfungsi secara baik, bahkan mungkin sudah kehilangan fungsinya. Kalau membawa tanaman keladi ke rumah bisa membuat satu daerah kebanjiran. Bagaimana kalau hutannya berubah menjadi lubang-lubang tambang sebagai menara air dan berubah fungsi menjadi perkebunan sawit, mungkin nanti Kalimantan akan tenggelam. Inilah kritik yang disampaikan dalam mitos keladi ini. Memperlakukan hutan secara adil dengan memosisikan hutan sesuai dengan fungsinya dan tidak mengubah fungsinya. Isu perusakan hutan, mengubah fungsi hutan dengan meletakkan keladi di rumah yang mengakibatkan bencana longsor senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyowati, et al. 2020, hlm. 38, Dewi 2015, hlm. 376; Firmansyah & Turahmat 2019, hlm. 101; danJuanda 2018, hlm. 165. Hubungan antara Mitos dan Masyarakat. Ada perdebatan tentang penyebab banjir antara para ahli dan seperti saling menyalahkan. Menurut beberapa ahli, banjir disebabkan karena hilangnya hutan sebagai daerah serapan air yang digantikan oleh lahan tambang dan perkebunan sawit Abdi, 2021, hlm. 1., serta penurunan luas hutan alam di DAS BaritoBBC, 2021. Hal ini yang dibantah oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan LHK. Menurutnya anomali cuaca merupakan penyebab utama banjir ini Yulianus et al., 2021, hlm. 1. Menyikapi hal ini orang Banjar dengan kesantuyannya menyiratkan bahwa banjir ini tidak disebabkan oleh hilangnya hutan di Pegunungan Meratus, banyaknya lahan tambang, banyaknya hutan yang berubah fungsi menjadi perkebunan sawit, anomali cuaca dan tinggi dan ekstremnya curah hujan yang melanda hampir seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Namun, banjir besar yang melanda wilayah Kalimantan Selatan ini disebabkan oleh naga yang turun ke Laut Jawa dan disebabkan karena tanaman keladi yang banyak menghiasi rumah di kota-kota dan kabupaten di Kalimantan Selatan. Sebagai orang Islam orang Banjar identik dengan Islam, urang Banjar mengetahui secara yakin bahwa kerusakan di bumi ini adalah akibat perbuatan manusia QS. Ar-Rum 14. Oleh karena itu, urang Banjar tidak menyalahkan alam, lingkungan, dan anomali cuaca, tetapi justru menyalahkan diri sendiri sebagai Undas Vol 17, Nomor 2, Desember 2021 227-242 238 manusia karena memindahkan tanaman yang mestinya berada di hutan ke rumah dan naga mitos Hal ini merupakan sikap orang Banjar yang dalam kondisi apa pun selalu bersikap „syukur‟ dan tidak menyalahkan orang lain. Namun, dibalik itu ada pesan yang ingin disampaikan, yaitu banjir sudah melanda bumi Kalimantan Selatan, mari bahu-membahu, bantu-membantu menanggulangi bencana banjir ini dan di masa yang akan datang banjir seperti ini tidak datang lagi dengan tidak lagi mengubah fungsi hutan, dan tidak lagi bersikap tidak adil terhadap alam dan hutan. Mitos naga dan mitos keladi ini harus tetap dijaga sebagai pelestarian hutan mitos naga dan kesadaran ekologi mitos keladi dan juga sebagai upaya mencegah bencana banjir terjadi lagi di Kalimantan Selatan. Dengan kata lain, mitos dan cerita-cerita rakyat berperan dalam pelestarian alam dan lingkungan Martin & O‟Malley, 2020, hlm. 377; Trisnawati, 2014, hlm. 213; Mantiri & Handayani, 2020, hlm. 1; Susilo, 2017, hlm. 1; Afandi & Juanda, 2020, hlm. 136. Selain itu, harus ada literasi dan pengelolaan terhadap mitos ini sehingga tidak menimbulkan efek negatif. Efek negatif ini muncul karena tidak adanya literasi terhadap mitos ini. Hal ini misalnya terjadi di daerah Hantakan, karena adanya mitos naga akan turun lagi atau dengan kata lain banjir besar akan datang lagi, maka ketika terjadi hujan lebat pada selasa malam 24 Februari 2021, hampir seluruh warga Kecamatan Hantakan keluar dari rumah menuju ke tempat yang lebih tinggi karena takut akan terjadi banjir besar lagi. Efek negatif seperti ini seharusnya tidak terjadi. 5. PENUTUP Simpulan Ada dua mitos yang muncul pada saat banjir di Kalimantan Selatan, yaitu mitos naga dan mitos keladi. Mitos naga dan mitos keladi merupakan refleksi kebudayaan Banjar yang berkaitan dengan isu lingkungan. Mitos naga merupakan kritik sosial terhadap kondisi Pegunungan Meratus yang sudah memprihatinkan. Selain itu, mitos keladi merupakan kritik untuk tidak mengubah fungsi hutan. Kedua mitos ini juga menunjukkan sikap urang Banjar yang tidak menyalahkan alam, lingkungan, dan cuaca, tetapi menyalahkan diri sendiri karena tidak mampu merawat alam. Kedua mitos ini juga membawa pesan untuk saling bahu-membahu dalam menanggulangi dan tidak sibuk mencari siapa yang salah dan siapa yang mengakibatkan banjir. DAFTAR PUSTAKA Abdi, A. P. 2021. Sawit, Tambang, dan Penggundulan Hutan Biang Bencana di Kalsel Baca selengkapnya di artikel “Sawit, Tambang, dan Penggundulan Hutan Biang Bencana di Kalsel”, 1. Afandi, I., Juanda, & Amir, J. 2019. Fabel online sebagai sarana edukasi bagi anak Analisis nilai pendidikan Mitos dan Banjir Dede Hidayatullah 239 karakter. Pangadereng Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora, 52, 207–224. Afandi, I., & Juanda, N. 2020. Fenomena Lingkungan dalam Cerpen Daring Melalui Tanggapan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Studi Ekokritik. UNDAS Jurnal Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra, 162, 119–140. Ahsan Nurhadi, Bakti Setlawan, B. 2012. Kearifan Lingkungan dalam Perencanaan dan Pengelolaan Hutan Wonosadi Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul. J. Manusia dan Lingkungan, Vol. 19, No. 3 November 2012, 193, 226–237. Arifiyani, F. 2018. Novel Aroma Karsa karya Dee Lestari Kajian ekokritik Greg Garrard. Jurnal Sapala, 51, 1–11. Aris, Q. I. 2020. Ekokritik sastra dalam puisi Talang di Langit Falastin karya Dheni Kurnia. Jurnal Ilmu Budaya, 162, 98–109. Bappelitbang banjarkab. 2021. Dampak Banjir di Kabupaten Banjar, Bappeda Litbangda Rilis Kajian Cepat Penilaian Kerusakan dan Kerugian, Berikut Datanya. BBC, R. 2021. Banjir di Kalsel “dipicu” berkurangnya area hutan primer dan sekunder, KLHK penurunan area hutan di DAS Barito 62,8%. Davies, J. 2018. Romantic ecocriticism History and prospects. Literature Compass, 159, 1–15. Dewi, N. 2015. Manusia dan Lingkungan dalam Cerpen Indonesia Kontemporer Analisis Ekokritik Cerpen Pilihan Kompas. LITERA, 142. Dhea Andini, A., & Utami, R. R. 2021. Anggara Kasih Hujan dalam Serat Pawarsakan dan Mitos yang Melekat di Masyarakat. Jurnal Pendidikan Indonesia, 24, 557–576. Endraswara, S. 2016. Metodologi Penelitian Ekologi Sastra. CAPS. Firmansyah, R., & Turahmat. 2019. Eksploitasi lingkungan dalam cerpen Di Seine meratapi Citarum melalui pendekatan ekokritik. AKSARA Jurnal Bahasa dan Sastra, 202, 101–108. Garrard, G. 2004. Ecocriticism the new critical idiom. In Routledge Taylor and Francis Group. Glotfelty, C., & Fromm, H. 1996. The ecocriticism reader Landmarks in literary ecology. University of Georgia Press. Hastuti, H. B. P., & Rahmawati, N. 2020. Mitos Martandu Undas Vol 17, Nomor 2, Desember 2021 227-242 240 Kecendekiaan Lokal Suku Moronene di Kabaena dalam Potensi Banjir di Sungai Lakambula. Kelasa, 132. Herbowo, N. A. S. 2020. Kajian Ekologi Sastra Berbasis Nilai Kearifan Lokal dalam Cerpen “Orang Bunian” Karya Gus Tf Sakai. Dialektika Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 71. Igayanti, S. A., Ekawati, M., & Shalima, I. 2019. Interaksi Manusia dengan Alam Tinjauan Ekokritik Sastra pada Kumpulan Cerpen Lingkungan Monyet-Monyet Tsunami Karya Sulung Prasetyo dan Implementasi Pembelajaran Sastra di SMA. Repetisi Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoesia, 22, 76–88. Ikhwan, A. K. 2020. Relasi Anak terhadap Lingkungan Hidup dalam Novel Anak Karya Anak Kajian Ekokritik Greg Gerrard. Bapala, 77, 1–10. Iskarna, T., Brameswari, C., & Astuti, E. P. 2020. Alam dalam perspektif natives dan new settlers Kajian ekokritik Puisi “ Monolog Bumi Terjarah ” dan “ We Are Going .” Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, 141, 47–58. Juanda. 2018. Fenomena eksploitasi lingkungan dalam cerpen Koran Minggu Indonesia Pendekatan ekokritik. AKSIS Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 22, 165–189. Juanda, & Azis. 2018. Pendidikan lingkungan siswa SMA dalam cerpen Koran Kompas Pendekatan ekokritik. Prosiding Seminar Hasil Penelitian SNP2M, 20183, 348–352. Juanda, & Ramly. 2019a. Fenomena lingkungan cerpen daring koran Media Indonesia dan Suara Merdeka alternatif pengayaan materi ajar di SMP Kajian ekokritik. Prosiding Seminar Nasional Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 37–43. Juanda, & Ramly. 2019b. Fenomena lingkungan cerpen daring koran Tempo alternatif pengayaan materi ajar di SMP Kajian ekokritik. Prosiding Seminar Nasional LP2M UNM - 2019 “Peran Penelitian dalam Menunjang Percepatan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia” ISBN, 3, 238–245. Lestari, O. A., Sahara, R. M., Ardhini, Z. A., & Chusna, I. 2020. Mitos dan kritik lingkungan dalam film Aquaman 2018. Buletin Al-Turas, 261, 85–101. Lisnasari, L., & Sukmawan, S. 2016. Berhulu Welas Asih Pepitu, Bermuara Narasi Arkadia Kajian Ekokritik cerita rakyat tengger. Jurnal Ilmiah Edukasi & Sosial, Volume, 72. Love, G. A. 2003. Practical ecocriticism, literature, biology, and the environment. In University of Virginia Press. Mantiri, G. J. M., & Handayani, T. 2020. Bentuk-bentuk satire ekologis dalam kumpulan puisi Suara Anak Keerom Tinjauan ekokritik. Jentera Jurnal Kajian Sastra, 91, 1–14. Mitos dan Banjir Dede Hidayatullah 241 Martin, R., & O‟Malley, E. 2020. Eco- Shakespeare in performance introduction. SEL - Studies in English Literature, 363, 377–390. Maruti, E. S. 2020. evelopment of geographical environment utilization in campursari song lyrics An Ecolinguistic perspective. Linguista Jurnal Ilmiah Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, 41, 34–42. Munandar, A. A. 2012. Mitos dan peradaban bangsa. Prosiding The 4th International Conference on Indonesian Studies “Unity, Diversity and Future,” 3–23. Nur‟aini, S., & Sukmawan, S. 2019. Bencana dan mitigasi dalam cerita pendek Siber Indonesia. Jurnal Ilmiah Edukasi & Sosial, 102, 158–164. Rawashdeh, F. I., & Zuraikat, M. J. 2018. The phenomenology of the dwelling space in Robert Frost‟s poetry. 3L Language, Linguistics, Literature, 244, 47–56. Santosa, P. 2012. Mimesis Kisah Nabi Nuh dalam Tiga Sajak Modern Indonesia. Salingka Majalah ilmiah Bahasa dan Sastra, 30–42. Schneider-Mayerson, M., Weik von Mossner, A., & Małecki, W. P. 2020. Empirical ecocriticism Environmental texts and empirical methods. ISLE Interdisciplinary Studies in Literature and Environment, 2Spring, 327–336. Setyowati, N., Emzir, & Lustyantie, N. 2020. Nature and social attitude in folklore entitled timun mas Ecocritical study. Journal of Applied Studies in Language, 41, 38–47. Sukmawan, S., Setiawati, E., Rizal, M. S., & Febriani, R. 2020. Dimensi ekologi folklor Unan-Unan Tengger. Jurnal Ilmiah Edukasi & Sosial, 111, 60–66. Susilo, R. 2017. Kajian Ekologi Sastra Cinta Semanis Racun 99 Cerita Daro 9 Penjuru Dunia. Nosi, 55. Syamil, I., Yasa, I. N., & Sriasih, S. A. P. 2020. Kritik Pengarang terhadap pembalakan hutan pada novel Nyanyian Kemarau dan Tangisan Batang Pudu Kajian ekokritik dan relevansinya terhadap pembelajaran sastra. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 101, 29–40. Tim Penyusun KBBI. 2016. KBBI. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Trisnawati, R. K. 2014. Employing Mary Whitebird‟s short story Ta-Na-E-Ka to raise student‟s ecological awareness. Jurnal Humaniora, 262, 213–224. Wijanarti, T. 2019. Masyarakat Dayak dan alam Sebuah pembacaan ekokritik sastra terhadap cerita pendek “Menari di Puncak Beringin‟” karya Budi Dayak Kurniawan. UNDAS Jurnal Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra, 152, 135. Yulianto, A. 2016. Makna Mitos “Asal Undas Vol 17, Nomor 2, Desember 2021 227-242 242 Mula Sungai Barito” Sebuah Analisis Strukturalisme Levis Strauss. Suar Betang, 22016, 167–182. Yulianus, J., Triwibowo, D. R., Arif, A., & Mustika, P. P. 2021. Banjir Besar di Kalsel, Potret Suram Kerusakan Alam. 1. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Iskarna Catharina BrameswariEpata Puji AstutiArtikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan dan sikap penduduk asli natives Papua dan Aborigin dan para pendatang baru new settlers yang menempati tanah Papua dan Australia terhadap alam dalam puisi Monolog Bumi Terjarah karya Alex Giyai Papua dan We Are Going karya Oodgeroo Noonuccal Aborigin. Pendekatan ekokritik digunakan untuk menganalisis pandangan dan sikap mereka. Orang Papua dan Aborigin memandang alam sebagai entitas yang menyatu dengan mereka dalam relasi religio-magis, sedangkan para pendatang baru memandang alam sebagai komoditas ekonomi yang potensial untuk dieksploitasi demi menghasilkan keuntungan. Melalui dua pandangan tersebut, kedua puisi ini memberikan edukasi dan advokasi tentang pentingnya pelestarian alam dan kritik terhadap perusakan lingkungan. Iswan AfandiNFN JuandaThis study aims, 1 to analyze and describe student responses through the determination of themes and characterizations in the Asa and Forest Kalimantan short stories. Secondly, analyzing and describing environmental phenomena in the short story through student responses according to Garrard's concept. The theory used in this study is Greg Garrard's 2004 ecocritical theory. This type of research is a qualitative descriptive study. The population is 247 students. The samples were 28 students. Sampling is done by a purposive method. Research data sources, namely 1 short stories are downloaded via the web 2 questionnaires containing student responses. The research data is the students' responses according to the questionnaire given. Data collection is done through a questionnaire, read, and note down techniques. The validity of the data is done through the triangulation of theories and sources. Data analysis is carried out in stages a reduction; b presentation; c the conclusion; and d verification of results. The results of this study indicate 1 Themes and characterizations. The theme of the Asa and Forest Kalimantan short stories is the theme of protection/preservation of the forest, the theme of animal hunting, and varied themes. Characterization, which is played by Asa figures who have never done damage to the forests of Kalimantan and Asa figures use nature as needed. In other words, the character of Asa has the character of protect’ and is not greedy to nature; 2 environmental phenomena discovered through student responses are animal phenomena, namely natural destruction due to the hunting of Bornean Orang Ahmad Salman HerbowoThis research discusses the short story "Orang Bunian" by Gus TF Sakai as a material object and ecological studies related to local wisdom and myths in literary works as formal objects. The theory that used is ecocriticism. The method used is descriptive qualitative research analysis. The short story "Orang Bunian" is one of the short stories of Gus TF Sakai in the short story anthology of Kaki Yang Terhormat that contains narratives about myths and people who believe in them and relating to nature and the environment. This is research is to identificating and analizing the short story based on the ecology approach and what its relation with local wisdom. The result of analysis showed that this myth is the part of local wisdom of that area. The society's believe on orang bunian indirectly affected them in their behavior on maintain and conserving the natural source around them. Besides the presents of orang bunian also affected in the development of culture and knowledge, the believed in orang bunian give the people the understanding about a proper time for hunting in the forest. so it makes orang bunian as the believe and forbidden thing in the society of that short storyAbstrak Penelitian ini menjadikan cerpen “Orang Bunian” karya Gus TF Sakai sebagai objek material dan kajian ekologis yang berhubungan dengan kearifan lokal terkait dengan mitos dalam karya sastra sebagai objek formal. Teori yang digunakan adalah ekokritik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian analisis kualitatif deskriptif. Cerpen “Orang Bunian” merupakan salah satu cerpen Gus TF Sakai dalam kumpulan cerpen Kaki Yang Terhormat yang memuat narasi tentang mitos dan masyarakat yang memercayai berkaitan dengan alam dan lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi serta menganalisis berdasarkan kajian ekologi sastra dalam cerpen tersebut dan hubungannya dengan kearifan lokal di daerah setempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran mitos urang bunian merupakan bentuk dari kearifan lokal masyarakat setempat. Kepercayaan masyarakat terhadap kehadiran urang bunian secara tidak langsung berdampak terhadap perliku masyarakat dalam menjaga dan melestarikan sumber daya alam. Selain itu, keberadaan urang bunian juga berdampak terhadap pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, yaitu keberadaanya memberikan pemahaman akan waktu-waktu tertentu yang diperbolehkan untuk berburu di dalam hutan. Sehingga urang bunian dianggap sebagai petuah, kepercayaan dan pantangan bagi masyarakat dalam cerpen tersebut. Grace MantiriTri HandayaniThe ecological satire is a ecocritical view that is study of critical and satire on environment literature. The satire is the massage delivery medium. Keerom is a area that are environment damage impacts. The problem is the exist of oil palm company. This study aims to describe the forms of ecological satire in the collection of Keerom Children's Voice poems written by students in Keerom. This research used ecocritical approach with discourse analysis method. The research tecniques used data collecting and data analysis. The data collecting tecniques used observation and book view. The data analysis technique through text analysis. The result founds three satire, there are abuse and insult form, nausea, and group or personal demerit telling. Abstrak Satire ekologis merupakan sebuah kajian ekokritik yang mengkaji kritik dan sindiran yang ada pada karya sastra yang berlatar lingkungan. Satire merupakan sarana penyampaian pesan. Keerom merupakan sebuah wilayah yang mengalami dampak kerusakan lingkungan. Penyebabnya adalah adanya perusahaan sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk satire ekologis dalam kumpulan puisi Suara Anak Keerom yang ditulis oleh anak-anak sekolah di Keerom. Penelitian ini memanfaatkan pendekatan ekokritik dengan metode analisis wacana. Teknik penelitian yang digunakan ada dua, yaitu teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan tinjauan kepustakaan. Teknik analisis data adalah dengan cara analisis teks. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tiga bentuk satire, yaitu berbentuk cemooh dan nista, perasaan muak, serta menceritakan kekurangan orang atau Unan-unan merupakan ritual lima tahunan yang dilaksanakan di Tengger dengan tujuan untuk nylameti alam semesta. Tujuan ini mengisyaratkan orientasi ekologis yang kuat sehingga pembahasan secara spesifik dan komprehensif mengenai pesan-pesan ekologis di dalamnya diharapkan mampu mene-mukan relevansi pelaksanaan tradisi dengan konservasi lingkungan. Penggabungkan pendekatan ekokritik, pendekatan budaya, etika lingkungan, dan folkloristik serta pengumpulan data etnografis diyakini dapat mendeskripsikan secara mendalam dan holistik kebudayaan masyarakat Tengger sebagaimana adanya senyatanya, khususnya pandangan hidup masyarakatnya, bagaimana mereka berpikir, hidup, berperilaku, berinteraksi dan bekerja-sama dengan alam dan lingungannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Unan-unan merupakan folklor sebagian lisan karena tiga aspek i ekspresi penyampaiannya mengga-bungan seni kata, suara, gerak, musik, rupa, dan pertunjukan.; ii berfungsi sebagai pengabsahan kebu-dayaan dan alat pendidikan; dan iii memiliki varian dalam aspek urut-urutan tahapan, waktu pelaksanaan, ragam dan kelengkapan sesaji, tempat gelaran, serta ekspresi daras mantra dan narasi-narasi verbal. Selanjutnya, tidak hanya tujuan pelaksanaan Unan-unan yang berorientasi ekologis, sesajinya pun syarat muatan ekologis. Selain bahan dasarnya diambil dari alam, proses pengambilan dan pengolahannya juga menggunakan cara alami. Bahkan, tata letak sesaji menggambarkan pemahaman manusia Tengger terhadap struktur dan sejarah alam semesta kosmologi. Unan-unan menegaskan bahwa manusia Tengger tidak dapat melepaskan diri dari alam. Penentuan pelaksanaan, penataan dan penempatan berbagai sarana upacara, serta tujuan utamanya sangat terkait dengan alam. Penghitungan waktu pelaksanaan bertumpu dan bersumbu dari alam. Penataan dan penempatan sarana ritual diduduk-arahkan oleh alam. Orientasi ekologis menjadi fokus tujuan pelaksanaan tahapan demi tahapan ritual. Kata Kunci Unan-unan, Tengger, folklor, ekologi, sesaji 60 tersimpan dalam produk budaya, salah satunya folklor. Kajian-kajin terdahulu yang berperspektif ling-kungan dan beorientasi folkloristik telah dilakukan oleh sejumlah Negara 2010 melalui kajian berjudul Kearifan Lingkungan Teng-ger dan Peranan Dukun sebagai Faktor Penentu Pelestarian Lingkungan Tengger Pada Desa Enclave Ngadas, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Suatu Tinjauan Hukum; dan Sukmawan, dkk. 2017melalui penelitian berajuk Kearifan Ekologi dalam Sastra Lisan Tengger dan Peman-faatannya sebagai Sarana Mitigasi Bencana. Secara konseptual, kedua kajian tersebut terikat oleh hal yang sama, yakni pembahasan mengenai perilaku ekologis yang termuat dalam aspek folklo-ristik masyarakat Tengger. Akan tetapi, kedua kajian di atas belum sampai pada pembahasan secara Unan-unan merupakan ritual lima tahunan yang dilaksanakan di Tengger dengan tujuan untuk nylameti alam semesta. Unan-unan juga menjadi salah satu ritual terbesar bagi Wong Tengger, selain Kasada dan Karo. Di samping itu, di dalam Unan-unan juga tersedia sesaji yang sangat kompleks dibandingkan dengan ritual lainnya Sukmawan, 201821. Sebagian besar unsur sesaji diambil dari alam, diolah secara alami, ditata sesuai dengan petun-juk alam, dimaksudkan untuk menyucikan alam, dan dipersembahkan untuk keselamatan alam. Dengan demikian, faktor dan orientasi alam di dalam ritual Unan-unan sangat dominan. Ditinjau dari berbagai aspek lisan, setengah lisan, dan bukan lisan, Unan-unan telah secara konkret memuat unsur-unsur gagasan konservatif lingkungan. Sukmawan 20184 menegaskan bahwa nilai-nilai kearifan local , termasuk kearifan lingkungan, secara intensif Titik WijanartiThe short story "Menari di Puncak Beringin" by Budi Dayak Kurniawan tells the story of the closeness of the figure of me and his family to the natural environment of Central Kalimantan. Through the banyan tree symbol, the short story illustrates that the Dayak people of Central Kalimantan are very close to nature not only physically but also related to their philosophies of life. The problem in this study is how the relationship between humans and nature is described in the short story. The theoretical framework applied in this research is literary ecocritical theory. Based on an ecocritical analysis it can be concluded that the short story "Menari di Puncak Beringin" not only illustrates the closeness of humans with nature but also shows the relationship between nature and the philosophy of life of the Dayak people of Central Kalimantan. The short story also conveys criticism of natural management which is now more oriented to production forests by eliminating natural forests that are rich in local wisdom..In many of his poems, Robert Frost deploys space, rather than time or the narrative episode, to anchor the tragic, which we define as the lack of the habitable attributes of the dwelling space. Frost brings the domestic tragic into a high degree of prominence, sketching for his readers a spatial reality that is situated within the parameters of the dwelling space. To him, this interaction with space defines a permanent struggle on the part of human beings to create a habitable environment, one that embodies the true essence of dwelling. Following from a critical conversation on spatiality and dwelling, we appropriate Gaston Bachelard's and Martin Heidegger's phenomenological notions of homeness and non-homeness to interpret Frost's nuanced spatial dramatizations and his poetics of dwelling. Informed by the critical insights of these two thinkers, we argue that Frost's spatial dramatizations describe a polarized, irrational environment where the notion of homeness is built upon non-homeness and where the dweller is unable to understand his/her relationship with the dwelling space. We thus bring attention to Frost as a modernist poet significantly contributing to the critical conversation and phenomenological tradition on modern spaces and the modern experience of homeness/non-homeness. © 2018 Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia. All rights reserved. Qori IslamiOne of the literary works is poetry. Poetry can be a medium for poets to convey ideas, concepts and thoughts. One of these ideas and thoughts is based on the observations of the environment. It implies that poetry is also related to other fields of study. One of the fields of study that can be related to literary works is ecocriticism. Ecocritics is focused on the relationship between literature and the environment or how the relationship between humans and their physical world are reflected in literary works. In this study, the writer tries to analyze the poetry Talang di Langit Falastin written by Dheni Kurnia through the concept of echocritics as an analytical lens. The result of this study shows that Talang di Langit Falastin illustrates environmental exploitation and pollution caused by political and economic factors. This poem becomes interesting because the poet analogized Talang Mamak and Palestine which are equally oppressed, causing environmental destruction and exploitation. The destruction of the environment in Palestine was caused by the Zionist invaders who bombarded with bombs and nuclear weapons, while the environmental destruction in Talang Mamak was carried out by capitalists who burned forests to open the new land for economic interests that affected the misery of living things in the environment.
Deltaadalah daratan yang terbentuk di muara sungai akibat pengendapan Lumpur yang dibawa oleh sungai. Sungai-sungai yang terdapat di Asia, antara lain Sungai Yangtse (5.519 km), Sungai Ob (5.567 km), Sungai Kuning atau Huang Ho (4.667 km), Sungai Amur (4.509 km), Sungai Mekong (4.183 km), Sungai Lena (4.270 km), Sungai Yenessei (4.129 km
Sungai Barito merupakan sebauh sungai yang memiliki nama lain Sungai Banjar ini memilki panjang hingga 909 km Lebar rata-rata antara 650 hingga 800 meter dengan kedalaman rata-rata 8 meter dan menjadikannya sebagai salah satu sungai terpanjang di Kalimantan dan di ini terletak di Kalimantan Tengah. Hulu Sungai Barito berada di Pegunungan Muller yang mengalirkan air hingga ke Laut Barito pun di sebut juga sebagai Sungai Cina karena banyaknya aktivitas pedagang Tionghoa di sungai ini pada zaman dahulu. Bagian terpanjang dari Sungai Barito mulai dari hulu sungai terletak di wilayah Kalimantan Tengah, sedangkan sisanya sampai ke muara sungai berada di wilayah Kalimantan Juga Pulau Kumala di Kaltim, Menyimpan Kisah Mistis Membuat Bulu Kuduk Merinding, ini CeritanyaSungai ini menyimpan cerita legenda asal muasalnya, konon legenda dari sungai barito berawal dari 2 orang bersaudara, sang kaka Patih Laluntur dan adiknya Patih Sasanggan. Mereka yang ingin merubah nasib dari hidup sederhana di sebuah dusun kecil di daerah ngaju mengembara berharap menemukan perkampungan. Setelah lama dan jauh berjalan mereka tidak menemukan perkampungan melainkan hanya hutan, semak belukar dan berbagai macam hewan dan akhirnya mereka merasa lelah dan beristirahat di bawah pohon besar dan membuat api unggun untuk mengusir nyamuk, sang adik memotong ranting di pohan besar tersebut. Ranting yang di bakar tersebut mengeluarkan bau yang sangat sedap dan membuat lapar. Kakak beradik itu pun memotong kayu pohon tersebut untuk di bakar. Anehnya, potongan kayu itu tidak berubah menjadi arang, melainkan terbentuk keratan-keratan daging-daging yang Juga Mitos Sungai Mahakam, Pengunjung yang Minum Airnya Dipastikan akan Kembali Lagi ke Kaltim, Benarkah?Mereka pun memakan kayu tersebut. Alangkah terkejutnya tiba – tiba tubuh mereka menjadi bersisik yang sangat tebal, tangan dan kaki mereka berubah seperti buaya dan kepala mereka pun berubah seperti buaya, hingga akhirnya mereka berubah menjadi buaya putih. Ternyata pohon yang mereka makan tersebut adalah jelmaan dari seseorang yang telah lama bertapa dan berubah menjadi pohon buaya putih tersebut merangkak menyusuri hutan belantara mencari laut untuk kediaman mereka. Keduanya terus mendusur hingga bertemu laut. Ketika hujan turun, titik-titik air yang telah menyatu mengalir melewati jalan yang dilalui kedua buaya tersebut. Semakin sering hujan turun, terjadi pengikisan tebing sungai, kemudian erosi vertikal yang kuat. Dari aliran yang kecil, kemudian bertemu dengan aliran di tempat lain. Lama-lama aliran itu menjadi besar, hingga terbentuklah sungai Barito seperti yang dilihat sekarang
CURAHHUJAN TINGGI - MASYARAKAT MESTI WASPADA; KOKOCI TERIMA PENGHARGAAN PARAMAKARYA 2015 DARI PR Profil Nagari Sumaniak 6 - Pemerintahan Desa; Ternyata Amerika dan Israel sering memonitor websi Profil Nagari Sumaniak 5 - Pemerintahan secara adat; Efri Meldi - Putra Sumaniak yang melatih tim baske Profil Nagari Sumaniak 4 - Bidang ekonomi
Pada zaman dahulu, di sebuah tumpung desa sangat kecil, hanya dihuni beberapa kepala keluarga di daerah ngaju, tinggal seorang janda dengan dua orang anaknya. Anak yang tertua bernama Patih Laluntur, sedang yang seorang lagi bernama Patih usia yang telah lapuk dimakan waktu, sang ibu meninggal dunia, sehingga tingga...llah dua orang kakak beradik yang sudah menginjak usia remaja. Keduanya hidup rukun, sampai tumbuh menjadi pemuda dewasa. Beranjak dari keinginan untuk mengubah pola hidup mereka yang sangat sederhana di tumpung, disertai keinginan untuk memperbaiki taraf kehidupan, serta keinginan menimba pengalaman di daerah luar, Patih Laluntur dan Patih Sasanggan sepakat untuk meninggalkan gubug mereka di tumpung. Dengan bekal seadanya, kedua kakak beradik itu berangkat mengembara, tanpa tahu arah yang mesti dituju. Mereka mengembara keluar masuk hutan belantara, dan berharap agar segera bertemu dengan pemukiman penduduk. Sekian lama mereka berkelana, tak jua ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan di daerah yang mereka lewati. Hanya semak belukar, pepohonan besar, dan berbagai satwa liar yang mereka jumpai. Bekal yang mereka bawa pun semakin menipis, tidaklah cukup untuk menempuh perjalanan tanpa batas. Untuk mengisi perut, mereka memakan hewan buruan yang dibakar, buah-buahan, umbi-umbian, dan pucuk-pucukan yang mereka temui sepanjang perjalanan. Suatu hari, karena terlalu lelah dengan perjalanan panjang itu, mereka istirahat di bawah sebuah batang pohon besar yang rindang. Patih Laluntur dan Patih Sasanggan tidur-tiduran sambil menatap langit, melihat burung-burung beterbangan menari riang. Untuk mengusir rangit nyamuk hutan, mereka membuat api unggun kecil perapian. Agar api unggun yang dibuat dapat bertahan lama, sang adik, Sasanggan, mengambil ranting-ranting kecil dari pohon dimana mereka berteduh, untuk sekadar menambah bara. Asap yang mengepul dari perapian itu mengeluarkan bau yang sangat sedap, seperti bau daging yang terbakar. Sasanggan segera mencari sumber bau tersebut, yang ternyata berasal dari ranting dan potongan kayu dari pohon yang rindang itu. Laluntur juga mencium aroma yang sama. Karenanya, ia segera menebang salah satu dahan pohon tersebut, yang kemudian dipotong-potong, dan diletakkan ke dalam api unggun. Asap yang keluar dari api unggun itu tampak menebal, dan kembali menebar aroma yang sangat sedap, membangkitkan rasa lapar. Dan yang aneh, potongan kayu itu tidak berubah menjadi arang, melainkan terbentuk keratan-keratan daging-daging yang dibakar. Patih Laluntur tidak sabar untuk tidak mencicipinya. Ternyata potongan kayu itu begitu empuk dan lezat, melebihi kenikmatan dari daging bakar biasa. Sasanggan pun segera melakukan hal yang sama. Akhirnya, mereka berdua menebang pohon yang rindang itu dan dipotong-potong kecil untuk dijadikan santapan, dan sisanya sebagai bekal perjalanan mereka. Belum lagi habis santapan di hadapan mereka, sang kakak sangat terperanjat menyaksikan perubahan yang terjadi pada tubuh adiknya. Tubuh Patih Sasanggan mulai ditumbuhi sisik-sisik tebal. Laluntur tertawa terbahak-bahak dan menganggap perubahan tubuh adiknya sebagai sesuatu yang lucu, tanpa menyadari bahwa sesungguhnya keadaannya pun tak berbeda dengan sang adik. Sasanggan tidak menyadari bahwa yang ditertawakan adalah dirinya. Ia pun tak kalah terkejutnya menyaksikan tubuh Laluntur telah ditumbuhi sisik-sisik tebal. Konon, kedua kakak beradik itu telah memotong dan memakan tubuh seseorang yang tengah bertapa di situ. Tubuh itu telah berubah menjadi sebatang pohon sehingga tidak dapat dikenali lagi. Akan halnya Patih Laluntur dan Patih Sasanggan yang telah termakan tubuh seorang pertapa itu, seluruh tubuhnya telah dipenuhi sisik tebal, ekornya yang keras telah muncul, kedua kaki dan tangannya telah berubah menjadi kaki tangan buaya dengan kuku-kuku yang runcing, dan kepalanya pun telah berubah menjadi kepala buaya. Jadilah, dua ekor buaya putih. Kedua ekor buaya putih itu merangkak menjelajahi hutan dan rimba belantara untuk mencari laut sebagai tempat kediaman mereka. Kedunya terus mandusur hingga bertemu dengan laut. Ketika hujan turun, titik-titik air yang telah menyatu mengalir melewati jalan yang dilalui kedua buaya tersebut. Semakin sering hujan turun, terjadi pengikisan tebing sungai, kemudian erosi vertikal yang kuat. Dari aliran yang kecil, kemudian bertemu dengan aliran di tempat lain. Lama-lama aliran itu menjadi besar, hingga terbentuklah sungai Barito seperti yang dilihat sekarang ini.
AsalUsul Kota Banjarmasin. Pada zaman dahulu berdirilah sebuah kerajaan bernama Nagara Daha. Kerajaan itu didirikan Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari Kaburangan alias Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Konon, Sekar Sungsang seorang penganut Syiwa. la mendirikan candi dan lingga terbesar di Kalimantan
DesaTumbang Malahoi adalah salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Rungan, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah. Menurut cerita masyarakat setempat, penduduk Tumbang Malahoi berasal dari daerah Pekang Sambon (sekarang wilayah yang menjadi bagian dari Kalimantan Barat), tepatnya di daerah aliran sungai (DAS) Malahoi/Malawi.
Sebagaipembuktian teori Cina ini, bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Bukti lainnya adalah adanya masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Cina atau Tiongkok di berbagai tempat di Pulau Jawa.
foY57jb. jtc3jwm93s.pages.dev/30jtc3jwm93s.pages.dev/139jtc3jwm93s.pages.dev/53jtc3jwm93s.pages.dev/125jtc3jwm93s.pages.dev/165jtc3jwm93s.pages.dev/241jtc3jwm93s.pages.dev/386jtc3jwm93s.pages.dev/128jtc3jwm93s.pages.dev/134
asal mula sungai barito termasuk cerita rakyat yang berbentuk